Inovasi Pada Kain Tenun Ikat
Selembar kain tenun ikat menyimpan proses kerja yang panjang, didalamnya tersimpan ketekunan, kesabaran dan ketelitian para pembuatnya. Tak hanya itu, filosofi yang terkandung pada warna, motif dan teknik memperkuat karya kain tenun ikat. Kekaguman pada tenun ikat ini, membawa saya ke daerah Blahbatuh, Gianyar Bali, pada hari minggu yang cerah di pertengahan January 2012.
Memasuki areal pengrajin tenun ikat Bali, saya langsung melihat perempuan dan alat tenun bukan mesin berjajar rapi. Bersamaan dengan kedatangan saya, beberapa turis pun datang untuk melihat proses pembuatan tenun ikat. Saya dipersilahkan duduk di ruang tamu dan mata saya melihat foto seorang Bapak yang sedang bersalaman dengan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Pada bingkai yang lain melihat kunjungan Ibu Ani Yudhoyono serta Ibu Megawati yang datang ketempat ini pada waktu yang berbeda. Tentu orang hebat pemiliknya, pikir saya.
Kemudian munculah lelaki paruh baya, dan memperkenalkan namanya Ida Bagus Adnyana, pemilik home industry ini. “Saya baru dapat penghargaan ide kepeloporan air brush pada tenun ikat dari Presiden, 5 Januari lalu” kata Pak Bagus yang sudah memulai usaha tenun ikat sejak tahun 1991. Untuk membedakan tenun ikat Bali dengan tenun ikat yang ada di Toraja, Timor, Jepara. Terletak pada motif dan warna. Berdasarkan sejarah, motif tenun ikat bali tak bisa dilepaskan dari keberadaan tenun ikat gringsing. Bisa dibilang, cikal bakal tenun ikat Bali dari tenun ikat gringsing. Sedangkan warna mengalami perkembangan pada mulanya adalah hitam dan putih. Kemudian berkembang menjadi tiga warna. Dari tiga menjadi empat warna yaitu merah, kuning, hitam, putih. Empat warna ini berkembang lagi menjadi sembilan warna. Setiap warna memiliki filosofi dan makna yang mendalam.
Ida Bagus Adyana, pemilik usaha tenun ikat "Putri Ayu"
Pada alur proses produksi pembuatan tenun ikat, tempat pertama yang saya lihat adalah mengikat dan mewarnai benang. Benang diikat menggunakan tali rapia sesuai dengan motif yang diinginkan, kemudian proses pencelupan warna dasar, setelah itu benang dijemur. Dicelup lagi dengan warna yang lebih terang, untuk warna terang yang lain bisa dilakukan dengan pencoletan. Bahan pewarna kain menggunakan bahan pewarna alam dan kimia. Memasuki proses tenun dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), benang lungsi yang merupakan warna polos pada posisi vertikal bertemu dengan posisi horizontalnya adalah benang pakan yang sudah diberikan motif.
Benang yang siap ditenun; setelah diikat, diwarnai dan dicolet
Benang lungsi dan pakan ditenun
Proses pencelupan warna dan penjemuran berulang kali memerlukan waktu dan kondisi cuaca yang mendukung. Penemuan air brush memperpendek proses. Benang yang sudah siap pada alat tenun dapat di warnai menggunakan metode air brush sesuai dengan motif yang diinginkan.
Proses pembuatan tenun air brush
Tak hanya metode air brush, saya dibuat kagum dengan pembuatan tenun songket, motif dibuat timbul dan sangat rapi. Pada mesin yang lain, saya menemukan kain dengan perpaduan tenun songket dengan motif timbul serta motif warna dari hasil air brush. Cantik sekali.
Mengelilingi workshop sembari berbincang dengan Pak Adyana, saya terkesan dengan kreatifitas dan inovasi yang terus dikembangkan pada tenun ikat ini. Kemudian obrolan kami berhenti di showroomnya, saya seperti berada pada taman yang dikelilingi bunga-bunga menawan. Kain di pajang apik pada showroom ini. Saya menemukan motif wayang yang rumit, tenun ikat gringsing, tenun songket, tenun air brush. Sungguh, sangat menawan!
Komentar
Posting Komentar