Cerita Secangkir Kopi Borobudur
Perbincangan tentang kopi sambil menyeruput kopi adalah sebuah kegembiraan. Dikelilingi oleh pemuda Borobudur, kami menyimak penjelasan mereka tentang kebangkitan kopi di perbukitan Menoreh yang letaknya dekat dengan Candi Borobudur. Cerita yang menggugah rasa penasaran tentang kopi Borobudur, kami menuntaskannya dengan berkendara menuju Desa Majaksingi. Melintasi jalan naik nan berkelok pada ketinggian sekitar 600 mdpl, kami berhenti di Dusun Kerug Batur bersamaan dengan turunnya hujan. Kami disambut bunga sulur warna putih yang cantik. Ada plang bertulis “Kopi Borobudur, kopi lokal terbaik” yang bersanding dengan pohon kopi robusta.
Memasuki kedai kopi, kami langsung menjumpai coffee counter merupakan area kasir dan tempat penyeduhan kopi. Di belakangnya ada mesin pemanggang biji kopi yang berseberangan dengan meja yang menghadap Gunung Merapi dan Merbabu, nampak pemandangan nan sejuk dan syahdu. Tak lama berselang, kami berjumpa dengan Yulius Ismoyo atau biasa dipanggil dengan Pak Is. Sebelum kami berbincang, saya diajak melihat proses paska panen kopi dengan bangunan dan alat seturut dengan prosesnya yang terdiri dari; tempat pencucian kopi, beberapa mesin pulper dan huller, kemudian pada bangunan lain ada doom besar untuk penjemuran kopi yang melindungi dari hujan agar tidak berjamur dan bangunan yang agak jauh terlihat rumah kompos berfungsi mengolah pupuk untuk kopi, padi, holtikutura dan palawija dari kohe (kotoran hewan).
Pemandangan dari Kedai Kopi Borobudur |
Kami menyeruput kopi robusta untuk menghangatkan badan, istri Pak Is, Bu Win menyajikan geblek (panganan yang dibuat dari tepung tapioka, ditambah bumbu-bumbu dan digoreng) panas dan tempe mendoan yang cocok dengan kopi. “Dulu kami tidak tau bagaimana tanem kopi yang benar, setelah kami mendapatkan pelatihan. Kemudian kami terapkan dan hasilnya ada perubahan” kata Pak Is mengawali cerita. Sebelumnya kopi tumbuh liar, panennya pun hanya satu kilogram dalam satu pohon ketika dijual pun dihargai sangat rendah. Usai pelatihan membentuk Kelompok Tani Kerug Mulyo, Ketua Yulius Ismoyo dengan anggota 36 orang terbagi dalam bagian pupuk kompos, KWT (Kelompok Wanita Tani), Budidaya, Proses Kopi dan Kedai Kopi. Selain itu, paska pelatihan budidaya kopi tahun 2018, ada perubahan panen yang hanya petik merah dan hasilnya bisa lebih dari 4,5 kg dari satu pohon. Perubahan ini berdampak pada perubahan brand kopi mulai dari kopi liar menjadi kopi lokal Menoreh yang memiliki cita rasa unik yang dihasilkan dari serangkaian proses dari perbaikan budidaya, petik merah saat panen dan proses paska panen secara full-washed, natural dan honey. Sembari menyimak Pak Is dan Bu Win bercerita, saya menyeruput kopi robusta yang strong, gurih saat panas dan rasa mocha saat dingin dengen tingkat keasaman yang rendah.
Theresia Winarni (Bu Win) |
Yulius Ismoyo (Pak Is) |
Melalui kedai kopi borobudur, Pak Is memberikan ruang bagi anak muda untuk belajar menjadi roaster hingga mencetak barista yang terserap pada pasar kedai kopi. Kelompok Tani Kerug Mulya semakin maju, dengan kenaikan produktifitas hasil panen kopi dan kami pun menjumpai anak-anak muda yang menjadi petani millennial yang tidak hanya tertarik menjadi barista namun lebih mendalami dunia budidaya kopi. Malam kian larut, hujan pun berhenti, Pak Is dan Bu Win melepas kami pulang. Kami pun mengendarai motor menembus kegelapan malam, jalan menurun dan dingin yang menusuk.
Komentar
Posting Komentar